Palembang, Poskita.id – Puluhan massa dari Aliansi Rakyat Tolak PLT Sampah menggelar aksi demonstrasi di depan Kantor DPRD Kota Palembang, Rabu (25/09/2024), menolak revisi Peraturan Daerah (Perda) No. 3 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga.
Mereka menduga revisi ini tidak hanya tidak sesuai dengan PP No. 28 Tahun 2018, tetapi juga terdapat pasal-pasal “siluman” yang disisipkan untuk meloloskan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLT Sampah) senilai Rp2,1 triliun.
Koordinator aksi, Joe, dalam orasinya menyatakan bahwa revisi Perda tersebut sarat dengan kepentingan tertentu dan diduga membuka peluang korupsi dalam proyek besar ini.
“Revisi Perda No. 3/2015 ini jelas kontroversial, dengan dugaan adanya pasal-pasal siluman yang disisipkan untuk memuluskan proyek PLT Sampah ini,” tegas Joe.
Joe juga mengungkapkan adanya dugaan insider trading lahan di lokasi proyek yang melibatkan oknum pejabat. Proyek PLT Sampah ini direncanakan dibangun di bekas TPA Keramasan, Kecamatan Kertapati, Palembang, dan akan dijalankan melalui perjanjian jual beli listrik antara PT Indo Green Power dan PLN.
“Proyek ini ditargetkan groundbreaking pada Agustus 2025 dengan kapasitas pengolahan 1.200 ton sampah per hari, dan biaya pengelolaan sebesar Rp400 ribu per ton sesuai Perpres No. 35/2018 tentang percepatan pembangunan PLTSa,” jelas Joe.
Ia menyoroti bahwa masalah besar dalam proyek ini adalah biaya tipping fee dan tarif listrik. Berdasarkan Perpres, tipping fee bisa mencapai Rp500 ribu per ton, tetapi pengalaman di daerah lain menunjukkan bahwa pemerintah daerah kesulitan menganggarkan biaya ini.
“Penetapan tipping fee butuh persetujuan politik DPRD karena terkait anggaran daerah. Selain itu, masalah feed-in tarif atau tarif jual listrik juga rumit, karena PLN diwajibkan membeli listrik PLTSa berdasarkan biaya pokok produksi daerah,” jelasnya lebih lanjut.
Koordinator lapangan, Putra, menambahkan bahwa DPRD Palembang saat ini sedang membahas revisi Perda No. 3 Tahun 2015, yang diduga kuat bertujuan untuk meloloskan proyek PLT Sampah yang telah beberapa kali ditolak dan diubah.
“Kami mendesak KPK untuk memantau proses penyusunan revisi perda ini dan menyelidiki adanya dugaan gratifikasi kepada anggota DPRD,” ungkap Putra.
Selain itu, mereka juga meminta Kejaksaan Tinggi Sumsel segera memeriksa Ketua DPRD dan Ketua Badan Legislasi yang diduga terlibat dalam meloloskan revisi ini.
“Kami minta agar aktor intelektual di balik proyek PLTSa ini segera diadili, karena proyek ini merugikan masyarakat dan penuh dengan konflik kepentingan,” tambah Putra.
Aliansi juga menuntut investigasi terkait asal-usul lahan proyek, yang diduga dimiliki pejabat Pemkot Palembang, yang memperkuat dugaan konflik kepentingan dalam proyek ini.
“Kami akan terus melawan sampai proyek ini dihentikan, karena PLTSa ini bukan hanya rawan korupsi tetapi juga akan membebani anggaran daerah tanpa solusi jangka panjang,” tutup Joe.
Massa aksi memberikan ultimatum bahwa protes akan terus berlanjut jika tuntutan mereka tidak dipenuhi.
Sementara itu, para demonstran diterima oleh Ketua Baleg DPRD Kota Palembang, Harya Prathysta Endhie, SH., MH, dan Wakil Baleg, M. Ridwan Saiman, yang menyatakan ingin mengajak perwakilan demonstran untuk berdiskusi mengenai tuntutan mereka. Namun, pertemuan tersebut tidak terlaksana karena penolakan dari demonstran.
“Kami menghargai aspirasi yang disampaikan. Jika penjelasan kami kurang memadai, kami siap menerima rekan-rekan untuk memberikan penjelasan lebih lanjut tentang revisi Perda No. 3/2015 tentang pengelolaan sampah. Proses revisi ini telah mengikuti prosedur yang berlaku dan didampingi oleh aparat penegak hukum,” tegas Harya, yang juga menjabat sebagai Ketua Bapemperda DPRD Kota Palembang. (RPS)