Palembang, Poskita.id — Tim kuasa hukum Fitriani Agustinda dan Dedi Sipriyanto tersangka dugaan korupsi di PMI Kota Palembang menyampaian kesimpulan permohonan Praperadilan di Pengadilan Negeri Kelas 1 Palembang.
Tim Kuasa Hukum Kuasa pemohon Praperadilan Fitriani Agustinda dan Dedi Sipriyanto Dr (c) Achmad Taufan SH MH
mengatakan dalam perkara praperadilan atas penetapan tersangka oleh Kejaksaan Negeri Palembang selaku termohon menyampaikan kesimpulan resmi yang telah diajukan di persidangan.
Berdasarkan seluruh rangkaian proses persidangan, termasuk bukti-bukti yang diajukan dan keterangan para ahli serta saksi
“Kami menegaskan bahwa penetapan tersangka terhadap klien kami tidak sah secara hukum, dengan pokok-pokok kesimpulan yang disampaikan sebanyak tujuh poin,”kata Achmad Taufan didampingi Ahid Syaroni SH CPArb, Andi Irwanda Ismunandar SH MH, Dzulfikar Adhiyatma Tarawi SH dan Heriyando SH kepada wartawan Rabu (30/4/2025).
Adapun tujuh poin yang disimpulkan diantaranya
1. Penetapan tersangka tidak didasarkan pada dua alat bukti yang sah, sebagaimana diwajibkan oleh Pasal 184 KUHAP dan ditegaskan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014.
2. Dalam penetapan tersangka, tidak dilakukan secara terbuka, objektif, dan akuntabel, hal ini terbukti bahwa tidak adanya bukti kerugian negara yang bersifat nyata (actual lost) sebagaimana putusan Nomor 25/PUU-XII/2016, yang terungkap dalam fakta-fakta persidangan.
Sehingga dengan demikian penetapan tersangka cacat secara prosedural dan melanggar asas transparansi.
3. Bahwa penyidik Kejaksaan Negeri Palembang yang menangani perkara ini harusnya memahami bahwa dengan tidak adanya kerugian negara dibuktikan dengan bukti surat resmi dari Lembaga yang berwenang yang kemudian dua bukti permulaan yang cukup harus menunjukkan adanya kerugian negara sehingga tidak terpenuhinya alat bukti yang sah.
4. Bahwa klien kami tidak pernah diperiksa sebagai calon tersangka sebelum ditetapkan, yang merupakan pelanggaran terhadap prinsip due process of law dan hak asasi manusia sebagaimana dijamin oleh UUD 1945 dan KUHAP.
5. Bahwa keterangan ahli dalam persidangan menguatkan bahwa penetapan tersangka harus didasarkan pada alat bukti yang cukup, bukan sekadar dugaan atau persepsi subyektif penyidik.
6. Bahwa di sidang keterangan saksi hari ini terungkap bahwa Kejaksaan Negeri Palembang mengakui bahwa SPDP tidak diberikan kepada klien kami yang seharusnya sudah diberikan kepada klien kami maksimal 7 hari setelah penetapan tersangka.
7. Sehingga dengan demikian tidak terbukti adanya perbuatan melawan hukum atau penyalahgunaan kewenangan serta perbuatan yang menyebabkan adanya kerugian negara, sebagaimana dituduhkan kepada klien kami.
Berdasarkan hal-hal tersebut, kami secara resmi memohon kepada Yang Mulia Hakim Praperadilan untuk:
Menyatakan penetapan tersangka terhadap klien kami tidak sah dan tidak berdasar hukum;
Memerintahkan penghentian seluruh proses penyidikan terhadap klien kami;
Menyatakan segala akibat hukum dari penetapan tersangka tersebut batal demi hukum.
“Kami berharap permohonan ini menjadi momen penting untuk menegakkan keadilan dan memastikan agar tidak ada lagi warga negara yang didiskriminasi tanpa dasar hukum yang sah,”tandasnya.(pfz)