Dugaan Korupsi Akuisisi PT SBS, Begini Kata Ketua Peminatan Hukum Keuangan Publik dan Perpajakan

Palembang, Poskita.id – Kasus dugaan korupsi proses akuisisi saham PT SBS oleh PTBA melalui PT BMI menjerat lima terdakwa yakni, Nurtina Tobing, Milawarma, Anung Dri Prasetya, Saiful Islam dan Raden Tjhayono Imawan.

Kelima mantan petinggi PTBA dan PT SBS itu dituntut masing-masing 18 tahun hingga 19 tahun penjara oleh penuntut umum, dan didakwa merugikan negara Rp 162 miliar dalam proses akuisisi saham.

Pasca tim kuasa hukum menyampaikan nota keberatan, penuntut umum menyampaikan replik, Senin (25/3/2024).

Dalam repliknya JPU meminta majelis hakim menolak semua nota pembelaan atau pledoi pribasi dari para terdakwa maupun tim penasehat hukum.

“Tetap pada tuntutan JPU, menjatuhkan vonis hukuman kepada para terdakwa sebagaimana pada tuntutan JPU,” tegas JPU dalam sidang.

Sementara itu, keesokan harinya, Selasa (26/3/2024), tim kuasa hukum membacakan dan menyampaikan duplik, tanggapan atas replik dari penuntut umum di hadapan majelis hakim di PN Palembang Kelas IA Khusus.

“Duplik kita pada initinya berisi tentang ketetapan kita bahwa kita tetap pada nota pembelaan yang sudah kami buat baik penasehat hukum maupun nota pembelaan pribadi,” kata Gunadi didampingi didampingi Redho Junaidi SH MH dan Timothy Nugroho SH MKrim.

Ia menambahkan, pada duplik ini tidak ada hal yang baru. “Karena sesungguhnya, baik dakwaan mau pun tuntutan sudah kami tanggapi di dalam nota pembelaan,” ujar dia.

“Dalam nota pembelaan, tentunya kami bermohon agar para terdakwan bisa diputus bebas,” imbuh Gunadi.

Sementara itu, Ketua Peminatan Hukum Keuangan Publik dan Perpajakan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Dian Fuji Nugraha Simatupang  mengatakan pemberitaan mengenai tindakan akuisisi yang dilakukan anak perusahaan badan usaha milik negara (AP BUMN) PT Bukit Asam yang diduga merugikan keuangan negara, sehingga menyebabkan adanya penetapan tersangka ramai diberitakan.

kejadian ini secara hukum keuangan publik harus dibaca sebagai maraknya kembali konservatisme dalam memahami keuangan dan kerugian negara di Indonesia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *