Palembang, Poskita.id – Pelaksanaan Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) serentak tahun 2024, baik ASN, TNI/Polri hingga Kades dan Perangkat Desa diharuskan netral. Namun tidak ditaati oleh sejumlah kepala desa yang ada di Muaraenim.
Secara terang-terangan, sejumlah kepala desa di Muara Enim khususnya di Kecamatan Gunung Megang secara terbuka menghadiri kampanye yang bertajuk silaturahmi pasangan bakal calon Gubernur Sumsel Mawardi Yahya dan Wakil Gubernur RA Anita Noeringhati di Lapangan Merdeka Desa Sumaja Makmur Kecamatan Gunung Megang, Muara Enim pada Kamis, 5 September 2024 kemarin.
Bahkan dengan beraninya, Kades Sumaja Makmur Paisal Putra memberikan sambutan pada kegiatan yang dihadiri ratusan masyarakat iitu. Dalam sambutannya mewakili sejumlah kepala desa yang hadir, Kepala Desa Paisal Putra menyampaikan ucapan selamat datang kepada Mawardi Yahya dan RA Anita Noeringhati.
“Perlu diketahui bahwa Desa Sumaja Makmur ini adalah desa majemuk. Terdiri dari berbagai suku budaya dari Sabang hingga Merauke ada di Sumaja Makmur ini,” ungkapnya
Ia juga menghaturkan permohonan maaf jika dalam penyambutan yang kurang sempurna.
“Inilah apa adanya desa majemuk desa transmigrasi. Semoga pertemuan ini menjadi berkah,” ujar Paisal Putra.
Pada silaturahmi yang bertabur doorprise itu, tokoh masyarakat Desa Sumaja Makmur Zainal Abidin mengucapkan selamat datang kepada Mawardi Yahya beserta timnya di desa Sumaja Makmur.
“Semoga niat baik keduanya diijabah oleh yang maha Kuasa. Kami berharap apabila bapak terpilih tolong untuk membantu rakyat kecil, membantu masyarakat Desa Sumaja Makmur umumnya masyarakat kabupaten Muara Enim,” harapannya.
Menanggapi hal tersebut Deputy K-MAKI, Ir. Feri Kurniawan angkat bicara
Menurutnya, tindakan yang dilakukan Kades Paisal Putra dan beberapa kades tersebut adalah bukti ketidaknetralan sebagai pejabat penyelenggara negara dan ketidaktahuan mereka terhadap aturan.
Karena, larangan keterlibatan ASN, Kepolisian, TNI, Kades, Perangkat Desa, BPD termasuk Camat, itu telah termaktub pada Pasal 280, pasal 282 dan pasal 494 undang-undang tentang Pemiluk. Tak hanya itu, di dalam UU Desa pun disebutkan bahwa kades dan perangkat desa juga melarang keterlibatan kades dan perangkat dalam politik praktis.
“Jika memang terbukti, kades dan perangkat desa yang terlibat dalam politik praktis itu bisa dikenakan sanksi pidana penjara hingga denda sebesar Rp 12juta,” terang Ferry.
Feri menerangkan, ketidaknetralan kades dan perangkat yang terlibat politik praktis ini, selain masalah etika juga bisa berimbas pada konflik kepentingan yang akhirnya bisa menghambat pelayanan desa kepada masyarakat.
“Tugas kades dan aparatur desa itu melayani, bukan berpolitik. Untuk itu Pj Bupati harus segera memeriksa dan memanggil kades dan aparatur desa tersebut. Jika memang terbukti, segera copot semuanya dari jabatan,” tegasnya.
Tidak hanya itu, kejadian yang melibatkan sejumlah kades di Kecamatan Gunung Megang tersebut, harus mendapat perhatian dari Pj Gubernur Sumsel.
“Pj Gubernur Sumsel harus segera ambil tindakan,” pintanya.
K-MAKI akan mengambil tindakan jika memang Pj Bupati dan Pj Gubernur Sumsel tidak berani mengambil tindakan tegas terhadap kades dan aparatur yang terlibat dalam politik praktis.
“Jika tidak ada tindakan, kami akan menggelar aksi ke Kemendagri, dan meminta Mendagri mencopot juga Pj Gubernur dan Pj Bupati, karena melakukan pembiaran terhadap netralitas ASN,” tutupnya.