Palembang, Poskita.id – Sekretariat Konsorsium PERMAMPU bersama delapan LSM perempuan di Pulau Sumatera yang merupakan anggota, yaitu: Flower Aceh (Aceh), PESADA (Sumatera Utara), PPSW Riau (Riau), LP2M (Sumatera Barat), APM (Jambi), Cahaya Perempuan (Bengkulu), WCC Palembang (Sumatera Selatan), dan Perkumpulan Damar (Lampung), merayakan Hari Keluarga Nasional ke-32 yang dilaksanakan secara hybrid, Rabu (25/6/2025).
Hari Keluarga Nasional sendiri pertama kali ditetapkan pada 29 Juni 1993, dan pengakuannya secara hukum diperkuat melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2014.
Peringatan ini hadir sebagai bentuk ajakan kepada seluruh masyarakat untuk kembali menempatkan keluarga sebagai fondasi utama dalam pembangunan bangsa sebuah keluarga yang kecil, bahagia, dan sejahtera.
Kegiatan ini berlangsung melalui Zoom secara hybrid di delapan provinsi, mencakup 38 titik lokasi di tingkat kabupaten/kota, dengan mengangkat topik: “Membangun Empati Intergenerasi di Keluarga.”
Perayaan ini dilaksanakan di 38 titik Zoom kabupaten/kota di 8 provinsi di pulau Sumatera yang dihadiri 572 peserta diantaranya 104 Calon Keluarga Pembaharu, 30 Keluarga Peduli HKSR, 31 anggota Istimewa (usia anak) Credit Union/CU, 46 perempuan muda, 23 orang Perempuan dengan disabilitas, 73 orang lansia, 73 orang pengurus CU, 96 kader OSS&L dan kader CU, 24 orang perempuan potensial dan Femokrat, 40 pengurus Forum Komunitas Perempuan Akar Rumput/FKPAR, serta 20 jaringan NGO dan 12 media.
Diskusi kritis dalam perayaan ini menghadirkan pembicara Nani Zulminarni, fellow Ashoka yang merupakan penggagas konsep Keluarga Pembaharu dan Direktur Eksekutif Ashoka.
Acara dimulai dengan sambutan dari Dina Lumbantobing, Koordinator Konsorsium PERMAMPU yang juga fellow Ashoka dimana PESADA menjadi salah satu co-founder dari keluarga Pembaharu.
Dalam pembukaan perayaan, Dina menyampaikan bahwa pendekatan berbasis keluarga bukanlah hal baru, terutama bagi PESADA. Sebagai contoh, di tahun 1991, PESADA telah mendirikan Taman Bina Asuh Anak di Kecamatan Salak (yang sekarang menjadi Kabupaten Pakpak Bharat) dan membentuk kelompok orang tua.
Namun, karena pengaruh budaya dan stigma yang menyatakan bahwa perawatan anak adalah tanggung jawab ibu, keterlibatan ayah dalam pengasuhan masih terbatas.
Pemikiran ini terus berkembang sejak tahun 1991 hingga di tahun 2015 PESADA yang menjadi Pengelola Konsorsium PERMAMPU mengembangkan Keluarga Peduli HKSR, dan berlanjut dengan ide baru berupa Keluarga Pembaharu yang melibatkan seluruh anggota Keluarga.
Acara ini dihadiri oleh Virlyan Nurkristi sebagai perwakilan dari INKLUSI yaitu Lembaga Kemitraan Australia Indonesia menuju Masyarakat Inklusif dalam sambutannya menyampaikan dukungan penuh INKLUSI atas ide inovativ Gerakan Keluarga Pembaharu untuk pembaharuan nilai menuju kesetaraan yang saling menghormati di dalam keluarga.
Hal ini telah disaksikan alam kunjungan monitoring ke Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.
Sebagai narasumber dengan diskusi yang berlangsung hangat, Nani Zulminarni mengajak peserta untuk melihat keluarga dari perspektif yang lebih jujur dan kritis.
Menurutnya, keluarga sering kali menjadi institusi yang sarat dengan ketidaksetaraan. Ketimpangan peran, status, dan kedudukan begitu lekat dalam keseharian keluarga, terutama dalam keluarga besar yang melibatkan banyak generasi seperti nenek-kakek, ayah-ibu, paman-tante, hingga anak-anak.
Ketidaksetaraan ini tak jarang melahirkan kesenjangan bukan hanya dalam hal tanggung jawab, tetapi juga dalam akses terhadap kesempatan, pengalaman hidup, keterampilan, informasi, hingga teknologi.
Maka dari itu, memperkuat nilai empati dan keadilan di dalam keluarga menjadi sangat penting, agar setiap anggotanya bisa tumbuh setara dan saling mendukung.
Perayaan Hari Keluarga Nasional tahun ini bukan hanya peringatan, tetapi juga panggilan: untuk menata kembali relasi dalam keluarga, membangun empati lintas generasi, dan menjadikan rumah sebagai ruang aman bagi semua anggotanya.
Semangat dan antusiasme terasa begitu kuat dari seluruh peserta yang mengikuti perayaan Hari Keluarga Nasional.
Tak hanya sekadar seremonial, perayaan ini juga menjadi ruang refleksi dan diskusi kritis antar generasi yang menggugah kesadaran kolektif tentang pentingnya peran keluarga dalam membentuk masyarakat yang lebih adil dan sejahtera.
Keluarga bukan hanya sekumpulan orang yang tinggal dalam satu atap. Lebih dari itu, keluarga adalah unit sosial terkecil yang menjadi sekolah pertama bagi anak-anak, tempat mereka belajar nilai, empati, dan kehidupan. Di sinilah sesungguhnya proses pencegahan terhadap berbagai persoalan sosial dimulai, seperti perkawinan anak di bawah usia 19 tahun, dan kekerasan terhadap perempuan.
Dalam masyarakat, struktur keluarga terdiri dari individu-individu yang beragam dari segi usia, jenis kelamin, peran, dan kemampuan.
Mereka terikat dalam hubungan yang kompleks, saling bergantung dan saling membutuhkan. Dalam struktur ini, empati menjadi kunci.
Empati bukan sekadar rasa kasihan, tetapi kemampuan untuk benar-benar memahami dan merasakan apa yang dialami oleh anggota keluarga lainnya. Tanpa empati, relasi dalam keluarga mudah berubah menjadi timpang dan penuh ketegangan.
Membangun Keluarga Sebagai Ekosistem dengan Empati sebagai Fondasi
