Palembang, Poskita.id — Ahli waris tanah seluas 3.600 meter persegi yang berada di kawasan strategis simpang 4 Rajawali Palembang yang kini telah dikuasai pengusaha ternama di kota Palembang meminta aparat penegak hukum untuk bertindak tegas memberantas mafia tanah.
Pemilik sah lahan seluas 3.600 meter persegi tersebut merupakan almarhum Saidina Oemar yang dibeli sejak tahun 1955.
Namun sejak puluhan tahun ahli waris tidak bisa menguasainya lantaran sudah berpindah tangan secara misterius sejak tahun 1970-an tanpa sepengetahuan ahli waris dan terakhir sudah bersertifikat atas nama Margaret Robby merupakan istri salah satu pengusaha keturunan Tionghoa di kota Palembang.
M Dio Ramadhan Putra (30) salah satu cucu Saidina Oemar bersama tim kuasa hukumnya Dr. Fahmi Raghib sudah memasang plang somasi dilahan yang berada di Simpang Empat Rajawali untuk tidak beraktivitas tanpa izin dari pemilik sah.
Belakangan plang tersebut dirusak oleh sejumlah orang tak dikenal diduga suruhan. Akibatnya ahli waris melaporkan pengrusakan plang tersebut ke Polda Sumsel pada Kamis (13/11/2025) dengan nomor LP/B/1596/XI/2025/SPKT/Polda Sumatera Selatan.
Dr. Fahmi Raghib mengatakan almarhum Saidina Oemar membeli lahan tersebut pada tahun 1955 dihadapan kepala kampung 9 Ilir saat itu. Setelah itu 1958 tanah tersebut diberikan hibah kepada 8 orang anaknya.
“Pada 1959 Indonesia darurat bahaya (SOB ) maka status kepemilikan tanah dipinjamkan ke kotamdya Palembang. Dan di 1960 darurat bahaya berakhir maka status kepemilikan dikembalikan kepada pemilik aslinya Saidina Oemar,”kata Fahmi Raghib kepada wartawan Sabtu (15/11/2025).
Namun tanah tersebut, tidak dikembalikan malah justru pada tahun 1968 dijual dibawah tangan oleh walikota pada saat itu kepada warga Tionghoa Makmur Cangjaya.
Sehingga di tahun 1971 Saidina Oemar menggutatnya ke Pengadilan Negeri Palembang dan memenangkan gugatannya.
“Lalu Makmur Cangjaya mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi ditahun 1974 dan keluar putusan PT dinyatakan gugatan Saidina Oemar tidak dapat diterima atau (NO),”jelasnya.
Sehingga dari sinilah Makmur Cangjaya mengajukan proses menaikan sertifikat ke BPN Palembang dan langsung disanggah oleh almarhum Saidina Oemar ke kepala BPN.
“Akan tetapi sertifikat tetap di terbitkan dengan beralasan kepala BPN saat itu mengaku khilaf. Sehingga Saidina Oemar mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung di 1976 dan Saidina Oemar kembali menang,”bebernya.
Masih dikatakan Fahmi pada tahun 1977 Dirjen Agraria saat itu memberikan surat kepada Walikota Palembang terkait 10 putusan pengadilan eksekusi menjadi tanggung jawab walikota.
Di tahun 1980 lurah maupun camat memberikan pernyataan bahwa tanah tersebut milik almarhum H Saidina oemar dan dikuatkan dengan putusan pengadilan 1971,1974,1976 maka sertifikat atas nama Makmur Cangjaya harus di batalkan dan dikembalikan kepada almarhum Saidina Oemar
“Pada tahun 1985 Saidina Oemar memberikan jalan yang sekarang disebut Jalan HM Rasyad Nawawi yang sekarang lingkar dempo veteran depan maju motor secara gratis dan tanpa diminta ganti rugi,”tambahnya.
Sampai dengan tahun 1994 Saidina Oemar masih berusaha mengirimkan surat permohonan kepada BPN untuk membatalkan sertifikat ats nama Makmur Cangjaya.
“Di 2003 tanah tersebut dibeli oleh Afat dan sudah dibalik nama ke nama istrinya Margaret Robby. Sampai detik ini walikota belum mengembalikan tanah tersebut walaupun sudah ada putusan pengadilan dan sertifikat Makmur Cangjaya belum dibatalkan,”tuturnya.
Untuk itu, pihak ahli waris juga menuntut Pemkot Palembang membatalkan seluruh dokumen administrasi yang diduga telah diterbitkan atas nama pihak lain, termasuk IMB, PBB, izin lokasi, hingga AMDAL.
“Kepada BPN/ATR Palembang kami minta untuk segera membatalkan Sertifikat Hak Milik (SHM) yang diterbitkan tanpa persetujuan keluarga, termasuk segala bentuk pemecahan sertifikat yang kami dianggap ilegal,”tandasnya.(pfz)








