Palembang, Poskita.id – Inflasi year on year (y-on-y) Provinsi Sumatera Selatan sebesar 1,87 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 106,11, lebih rendah dibandingkan Juni 2024 sebesar 2,48% (mtm).
Demikian dikatakan Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Sumatra Selatan (BI Sumsel), Muhammad Latif mewakili Kepala Perwakilan BI Sumsel, Ricky P Gozali, Jumat (2/8/2024) saat laporan High Level Meeting (HLM) TPID se-Sumsel di Wyndham Hotel Palembang.
Tingkat inflasi ini berada di bawah inflasi nasional sebesar 2,13% (yoy).
Inflasi tertinggi terjadi di Kota Palembang sebesar 2,09 persen dengan IHK sebesar 105,82 dan terendah terjadi di Kabupaten Muara Enim sebesar 1,04 persen dengan IHK sebesar 106,69.
“Perkembangan ini menempatkan Sumsel pada peringkat inflasi terendah ke-2 di Regional Sumatera, setelah Kepulauan Bangka Belitung dan urutan ke-12 secara nasional. Ada pun komunitas penyumbang inflasi secara tahunan yakni beras, emas perhiasan, tarif air minum PDAM, gula pasir dan cabai rawit,” ujar dia.
Sementara itu, secara bulanan Provinsi Sumsel pada Juli 2024 tercatat mengalami deflasi sebesar 0,29% (mtm) dan 0,35% (ytd). “Perkembangan ini tercatat lebih rendah dibandingkan tren pada 2021, 2022, dan 2023,” kata dia.
Faktor pendorong deflasi dipengaruhi oleh komoditas bawang merah, cabai merah, dan tomat di seluruh kabupaten/kota perhitungan IHK. Sementara itu, tekanan inflasi dipengaruhi oleh peningkatan harga komoditas beras.
“Meski demikian, TPID perlu mewaspadai risiko kenaikan inflasi sampai akhir tahun, termasuk risiko musim kemarau basah, karhutla, dan pergantian ke musim penghujan sampai akhir tahun serta momen HKBN nataru,” imbau dia.
Risiko Volatile Food dan Risiko AP dan CI
Berdasarkan prognosa neraca konsumsi dan historis perkembangna harga, BI Sumsel juga mengimbau agara TPID Sumsel perlu mewaspadai risiko kenaikan harga beras, bawang merah, dan cabai merah jelang akhir tahun.
“Korporasi petani diperlukan untuk mengatasi permasalahan panjangnya rantai distribusi komoditas pangan, yang dapat melibatkan 5 pedagang perantara akibat sistem ijon petani dengan tengkulak yang dapat memicu inflasi di Sumsel. Selain itu, korporitasi juga dapat mendorong perluasan akses pembiayaan petani ke lembaga keuangan formal,” ujar Latif, mewakili Kepala BI Sumsel Ricky P Gozali.
Di samping itu, implementasi Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP) juga perlu terus didorong, sebagai salah satu upaya antisipasi risiko gagal panen yang dapat mendorong ketersediaan pasokan.
“Selain ketiga komoditas yang sudah saya sebutkan sebelumnya, komoditas fokus pengendalian inflasi juga dapat diarahkan pada 3 komoditas lainnya antara lain cabai rawit, bawang putih, dan gula pasir,” kata dia.
Dari sisi administered price, dirinya juga mengimbau agar TPID mewaspadai risiko kenaikan harga rokok. “Komoditas sigaret kretek mesik (SKM) tercatat 3 kali menjadi top five penyumbang inflasi pada Semester I tahun 2024. Perlu menjadi perhatian bersama, bahwa sejalan dengan penyesuaian tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) pada wal tahun 2024, transmisi kenaikan harga aneka rokok umumnya akan terus berlangsung sepanjang tahun 2024,” tutur dia.
Selain itu, Peraturan Presiden (PP) Nomor 28 tahun 2024 mengenai pelarangan penjualan rokok batangan secara eceran dapat menjadi salah satu faktor pendorong inflasi ke depan.
“Ada pun dari sisi inflasi inti, isu kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi sebesar 12% pada tahun 2025 diperkirakan dapat menjadi faktor pendorong inflasi. Merujuk pada data historis, kenaikan PPN pada 12 April 2022 sebesar 11% juga berdampak pada kenaikan inflasi, baik secara tahunan maupun bulanan di Sumsel,” kata dia.
Sementara itu, Pj Gubernur Sumsel Elen Setiadi mengatakan meskipun kondisi di Provinsi Sumatera Selatan terjadi deflasi berturut-turut selama 2 bulan, namun hal tersebut tetap harus diwaspadai karena sejumlah analisis menyatakan bahwa deflasi dua bulan terturut-turut adalah sinyal jika daya beli masyarakat tengah turun.
menurut dia, perlu kebijakan dan program yang menjaga agar tingkat daya beli masyarakat tetap terjaga diantaranya dengan mempercepat realiasi penyerapan anggaran APBD terutama kegiatan fisik karena hal tersebut akan meningkatkan transaksi ekonomi di daerah tersebut yang akan mendongkrak daya beli masyarakat.
“Namun kita juga harus mewaspadai kondisi tingkat curah hujan yang cenderung turun pada saat ini, dan beberapa daerah yang dikhawatirkan terjadi kekeringan meskipun berdasarkan informasi dari BMKG Provinsi Sumsel pada bulan Agustus 2024 ini tingkat kekeringan di sebagian besar wilayah Sumatera Selatan diprakirakan berada pada kondisi Normal dan sebagian kecil Palembang dan Lahat diprakirakan berada pada kondisi agak basah,” ujar dia.
Dirinya juga meminta agar para kepala daerah di 17 kabupaten/kota di Sumsel memberikan perhatian khusus pula pada kecenderungan kenaikan harga beras dan harga minyak goreng pada akhir bulan ini.
“Harus segera melakukan upaya antisipasi dan menekan agar kenaikan harga dapat terkendali diantaranya dilakukan sidak pasar, sidak distribusi dan pengecekan pasokan di rantai-rantai distribusi untuk memastikan bahwa memang stok tersedia dan jalur distribusi normal tidak terjadi penimbunan. Ketersediaan stok yang cukup tersebut harus diinformasikan secara luas kepada Masyarakat agar tidak panic buying dan Masyarakat tidak perlu melakukan pembelian secara berlebihan yang akan mengganggu stok dan harga pasar,” imbaunya.
Elen juga berharap agar para kepala daerah mampu mengamankan daerah pertanaman Bulan Juni-Juli yang akan dipanen pada Masa Panen Bulan Agustus – Oktober dan memastikan produksi hasil panen tersebut dapat memenuhi kebutuhan di daerahnya dan kebutuhan kab/kota lain di Sumsel.
“Penyerapan gabah diutamakan untuk memenuhi stok/Gudang di Sumsel. Kerjasama dengan Bulog dapat menjadi alternatif guna menyerap gabah dan penyaluran nya kepada para ASN di daerahnya melalui program kerjasama tertentu. Perlu diwaspadai juga khususnya daerah rawa pasang surut agar dapat dicarikan Solusi dan alternatifnya,” ujar dia.
Pengendalian inflasi dan pengentasan kemiskinan dan beberapa isu lain diantaranya prevalensi stunting dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang masih dibawah nasional menjadi PR tugas kita bersama karena hal tersebut merupakan tugas lintas sektoral yang tidak hanya menjadi beban satu pemerintah atau satu instansi saja.
“Tentunya kerja keras, koordinasi dan sinergi bersama seluruh pihak diharapkan dapat terus dilakukan dan ditingkatkan. Mari kita terus bersinergi dan berkolaborasi dalam mengendalikan inflasi dan menurunkan tingkat kemiskinan untuk mendorong kesejahteraan masyarakat Sumatera Selatan yang lebih maju lagi,” pungkas dia. (FA)