Lambannya Penetapan Cagar Budaya Kota Palembang

Oleh: Vebri Al Lintani (Ketua Aliansi Masyarakat Peduli Cagar Budaya)

Palembang, 18 Februari 2025

Berdasarkan pemantauan Aliansi Masyarakat Peduli Cagar Budaya (AMPCB) sepanjang tahun 2024, Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kota Palembang telah merekomendasikan enam Objek yang Diduga Cagar Budaya (ODCB) untuk ditetapkan oleh Wali Kota Palembang sebagai Cagar Budaya. Enam objek tersebut adalah:

1. Jembatan Ampera

2. Gedung Balai Pertemuan (sekarang Gedung Kesenian Palembang)

3. Masjid Agung Palembang

(Berdasarkan sidang TACB pada Jumat, 25 Oktober 2024)

4. Masjid Lawang Kidul

5. Kompleks Pemakaman Pangeran Kramo Jayo

6. Museum Pahlawan Nasional dr. A.K. Gani

(Berdasarkan sidang TACB pada Rabu, 6 November 2024)

 

Sebelumnya, Pj Wali Kota Palembang Ucok Abdul Rauf Damenta telah menetapkan tiga objek sebagai Cagar Budaya Peringkat Kota melalui Surat Keputusan Wali Kota Nomor 479/DISBUD/2023 pada Kamis, 25 Juli 2024. Ketiga objek tersebut adalah:

1. Bangunan Kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Palembang

2. Gedung Ledeng (Kantor Wali Kota Palembang saat ini)

3. Prasasti Boom Baru

 

Jika enam ODCB yang direkomendasikan TACB tersebut disetujui, maka total 9 objek di Palembang akan memiliki status Cagar Budaya. Ini merupakan pencapaian yang patut diapresiasi.

 

Keterlambatan Penetapan yang Melanggar Undang-Undang

Namun, penetapan cagar budaya oleh Wali Kota Palembang kembali mengalami keterlambatan. Sesuai Pasal 33 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, penetapan harus dilakukan dalam waktu paling lama 30 hari setelah rekomendasi dari TACB diterima.

 

Keterlambatan ini bukan kali pertama terjadi. Penetapan tiga objek sebelumnya pun baru dilakukan sekitar tujuh bulan setelah direkomendasikan. Berbagai informasi yang diperoleh penulis menunjukkan bahwa keterlambatan ini terjadi karena berkas ODCB tertahan di Bagian Hukum Setda Kota Palembang.

 

Salah satu alasan utama penundaan adalah adanya sengketa di Kompleks Pemakaman Pangeran Kramo Jayo. Selain itu, penulis juga mendengar bahwa dua anggota TACB—salah satunya dari Bagian Hukum—menyatakan disenting opinion (pendapat berbeda) dan tidak menandatangani rekomendasi tersebut.

 

Meskipun ada perbedaan pendapat, keputusan organisasi seperti TACB seharusnya didasarkan pada suara mayoritas. Setelah rekomendasi diserahkan, seharusnya tidak ada lagi perdebatan di Bagian Hukum.

 

Kompleks Pemakaman Pangeran Kramo Jayo perlu segera ditetapkan sebagai cagar budaya untuk mencegah kerusakan lebih lanjut. Terlebih lagi, ada dugaan bahwa tanah makam tersebut telah dijual kepada pihak tertentu yang tidak bertanggung jawab.

 

Kondisi Darurat di Kompleks Pemakaman Pangeran Kramo Jayo

Sejak awal tahun 2023, AMPCB menggelar aksi bertajuk “Palembang Darurat Cagar Budaya”. Fokus utama aksi ini adalah penyelamatan:

1. Balai Pertemuan—yang kini sudah ditetapkan sebagai Gedung Kesenian Palembang dan sedang dalam proses revitalisasi sebagai gedung pertunjukan seni budaya.

2. Kompleks Pemakaman Pangeran Kramo Jayo—yang hingga kini belum mengalami kemajuan signifikan.

Khusus untuk Kompleks Pemakaman Pangeran Kramo Jayo, lahan yang sebelumnya dipagari seng oleh pemilik yang mengklaimnya, Asit Chandra, kini telah dibuka kembali. Jika pembangunan di area ini berlanjut, maka makam tokoh penting ini akan hilang selamanya.

 

Siapa Pangeran Kramo Jayo?

Pangeran Kramo Jayo (Raden Abdul Azim) merupakan tokoh penting dalam sejarah Kesultanan Palembang Darussalam. Ia adalah menantu Sultan Mahmud Badaruddin II dan pernah menjabat sebagai Perdana Menteri di awal masa Kresidenan Palembang.

Dalam catatan perjalanan Murray Gibson berjudul “Prison of Weltevreden: and a Glance at East Indian Archipelago” (1855), Pangeran Kramo Jayo digambarkan sebagai:

Sosok dermawan—memberi makan 2000 orang setiap hari.

Dicintai rakyat dari berbagai kalangan, termasuk Melayu, Arab, dan Tionghoa.

Badan tinggi dan kuat, wajah ramah, dan berperilaku jujur.

 

Gelar “Kramo Jayo” bukan sekadar gelar kehormatan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), krama berarti beradat, sopan santun, sementara jaya berarti kemenangan atau keberhasilan. Gelar ini menunjukkan karakter beliau sebagai sosok berakhlak mulia dan berjasa besar.

Pangeran Kramo Jayo diasingkan oleh Belanda setelah kegagalannya mempertahankan Palembang. Ada berbagai versi mengenai tempat wafatnya, namun yang jelas, makamnya di Palembang adalah bukti nyata keberadaannya dalam sejarah.

 

Kesimpulan: Penyelamatan yang Mendesak

Penetapan Kompleks Pemakaman Pangeran Kramo Jayo sebagai Cagar Budaya bukan hanya tentang melestarikan sejarah, tetapi juga upaya menyelamatkan situs yang terancam hilang.

Bagian Hukum Setda Kota Palembang tidak punya alasan lagi untuk menunda pengajuan berkas rekomendasi ke Wali Kota. Seluruh persyaratan telah terpenuhi, tinggal niat baik dan kemauan untuk melaksanakan amanat undang-undang.

Jika dibiarkan berlarut-larut, kita bukan hanya kehilangan situs sejarah, tetapi juga jejak perjuangan seorang tokoh besar yang pernah dicintai rakyat Palembang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *