Menkopolhukam Desak Penerapan SOP di Kejaksaan Diperketat

Nasional, News162 Dilihat

Jakarta, Poskita.id – Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD mendorong agar Standar Operasional Prosedur (SOP) kejaksaan agung dalam penerapan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi lebih diperketat.

Hal tersebut disampaikan Mahfud MD sewaktu melakukan kunjungan kerja ke kantor Jaksa Agung ST Burhanudin. Pembahasan mengenai pasal 2, dan 3 tersebut dilakukan setelah sebelumnya banyak masukan dari berbagai tokoh. Dimana penerapan pasal tersebut dikhawatirkan bisa memberikan efek takut kepada para pengambil kebijakan.

“Di lapangan ada beberapa orang tidak memiliki niat jahat (mens rea) untuk melakukan korupsi, namun hanya karena salah administrasi, langsung dibawa ke kasus korupsi. Hal tersebut menyebabkan sebagian orang takut melangkah,” kata Mahfuid, Senin (15/3).

Dalam kesempatan tersebut, Mahfud kembali menegaskan pemahaman penegak hukum justru harus bisa memahami unsur pidana dilihat dari niat jahat pelaku terlebih dahulu. “Apabila ada perbuatan melawan hukum tetapi tidak ada niat jahat (mens rea), maka bukan kasus korupsi.” ditambahkannya.

Mahfud kemudian memuji kinerja dari Kejaksaan selama melakukan penyidikan pidana korupsi. DIklaim mantan hakim Mahkamah Konstitusi tersebut, selama ini hanya di bawah 5% saja Kejaksaan menyatakan ada kasus korupsi di awal namun ternyata berubah.

“Kejaksaan Agung hampir semuanya terbukti di pengadilan. Yang artinya cara menerapkan hukum sudah bagus dan hanya perlu penerapan undang-undang dan SOP saja diperketat,” tukasnya.

Sementara itu, diketahui salah satu perubahan kasus pidana menjadi kasus perdata seperti perkara pelanggaran perjanjian kesepahaman antara PT Hotel Indonesia Natour (BUMN) dengan PT Cipta Karya Bumi Indah, 2004. Dalam kesepakatan BOT (Built, Operate and Transfer), PT Cipta akan membangun empat obyek, mulai dua objek parkir dan dua Mall, di bekas lahan Hotel Indonesia dan dikenal sebagai Grand Indonesia

Praktiknya, dibangun Menara yang lalu disewa oleh Bank BCA sebagai kantor dan Apartemen Kempinski. Alasan kedua, tidak ditemukan unsur pidana dan murni perdata. Akibat dibangunnya dua obyek itu, tindakan itu, negara diduga dirugikan sekitar Rp1,29 triliun.

Kasus ini sempat ditingkatkan ke penyidikan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Prin-10/F.2/Fd.1/02/2016, tanggal 23 Februari 2016. Namun, dalam proses penyidikan tidak ditemukan unsur pidana sehingga tidal dilanjutkan dan diserahkan ke Jamdatun untuk digugat secara perdata. BOT berlaku selama 30 tahun hingga 2034, tapi diperpanjang lagi 20 tahun hingga 2054. (red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *